Minggu, 21 Februari 2010

Bersemuka dengan Para Pembatik Cilik


Catatan 7: PraProduksi Film Dokumenter Batik Gumelem, Banjarnegara

Rasa bahagia bercampur haru saat bersemuka bersama belasan pembatik cilik dari Gumelem, Minggu, 21 Februari 2010, di Balai Desa Gumelem Wetan. Tidak sekedar pada pancaran mata mereka penentu nasib perbatikan di Gumelem, namun mereka adalah penerus warisan budaya bangsa.

Bukan sesuatu yang muluk memang kita menggantungkan harapan pada mereka, namun tidak adil pula bila kelak dikemudian hari mereka menjadi dan menjalin profesi apapun yang mereka mau dan suka.

Paling tidak, karena keterpengaruhan keluarga dan lingkungan, mereka bisa disebut sebagai pembatik muda. Diusia belasan tahun sudah bisa memainkan canting. Soal akan jadi apa mereka kelak, waktu dan jamanlah yang menjawabnya.

Usia SD dan SMP
Tengoklah Maya, yang masih duduk di kelas IV Sekolah Dasar 4 Gumelem Wetan. “Cita-cita saya jadi artis penyanyi,” katanya dengan senyum simpul. Dan Maya pun mendendangkan sebuah syair lagu ndangdut dari penyanyi idolanya Ridlo Rhoma. Bukan tidak mungkin cita-cita Maya terkabul dan saat menyanyi pakaian batik produk gumelem kerap menempel di badannya.

Sementara Tia, siswi SD Negeri 8 Gumelem Kulon ini dengan malu-malu berucap kelak ingin menjadi guru SD. Cita-cita yang mulia tentunya. Lain lagi Sugi, kelas 6 SD Negeri 8 Gumelem kulon, ia secara terang-terangan ingin menjadi seorang pengusaha batik sukses, mencontoh salah satu pembatik sukses di desanya, Suryanto.

Belasan pembatik cilik dari Gumelem itu akan menjadi subyek film dokumenter, disamping subyek-subyek pendukung lainnya, masih duduk di bangku SD dan SMP. Mereka adalah bagian dari narasi nasib batik Gumelem, masa lalu, sekarang, dan yang akan datang.

Gumelem, 21 Februari 2010

Tidak ada komentar: